Kamis, 22 November 2012


Samawa.jpg






Birrul Walidain…
Dan nikmatilah setiap jengkal kenikmatannya


Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang shalih/shalihah. Begitu bayi lahir, setelah tujuh hari kemudian di rayakan aqiqahnya. Dido’akan semoga menjadi anak yang berguna bagi agama, bangsa, dan Negara. Ya kan? Namun, nampaknya para orang tua seringkali lupa tidak menyisipkan do’anya agar anaknya menjadi anak yang taat dan berbakti kepada orang tua, dan mendo’akan ayah dan ibu ketika telah tiada. Tidak semuanya lupa, tapi boleh jadi sebagian besar orang tua kita pernah lupa tidak mendo’akan kita seperti itu.
Mencium tangan adalah sebuah ajaran sederhana untuk menanamkan ketaatan kepada orang tua. Meski sangat sederhana, namun ternyata sangat membekas pada diri setiap orang.
Ada hadits yang kurang lebih berbunyi ”Ridha Allah itu tergantung pada ridha orang tua, maka murka Allah tergantung pada murka orang tua”. Merinding, takut, cemas, dan khawatir mendengar hadits ini. Mungkinkah diri ini bisa menjadi anak yang baik, yang berbakti dan memberikan yang terbaik pada ayah dan ibu. Merinding karena nilai marah dan ridha kedua orang tua disejajarkan/ diposisikan setara pada ridha dan murka Allah.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْلَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isra: 23-24)
Takut, manakala ada lisan kita yang berkata kasar, tangan yang berlaku kurang ajar,atau sesuatu yang menyakiti keduanya. Dan Khawatir, jangan-jangan kita tidak mampu membuatnya bahagia. Kalau mungkin ada kata mantan suami, mantan istri, namun tidak ada kata mantan anak. Karena posisi kita atas ortu akan tetap sama, sebagi anaknya tercinta. Ikatan orang tua dan anak itu sangat kuat. Mengikat diri dan hati kita untuk selalu mencintai dan memberi akhlaq yang baik pada mereka berdua. Ikatan anak dengan  Ayah dan ibu semacam ikatan  emosional yang tak lekang oleh waktu, tak surut oleh zaman, dan ikatan itu tetap ada dan eksis diantara anak dan orang tua.
Itulah yang membedakan antara sebutan orang tua manusia dan induk hewan, khususnya ibu. Seekor burung dinamakan induk manakala ia menelorkan beberapa telor yang kemudian menetas. Namun peran induk baginya hanya sekedar melahirkannya saja, kemudian manakala anak-anaknya sudah besar, ia sudah berlepas diri darinya. Mereka bisa terbang kemana mereka suka. Dan mereka tidak perlu lagi memuliakan induknya. Mereka hanya berpikir hidup mandiri dan bisa mengurus dirinya sendiri. Itu saja, setelah itu tidak ada lagi hal yang perlu mereka lakukan.
Berbeda dengan manusia dan orang tuanya. Mereka, ayah dan ibu kita adalah manusia  yang pertama kali kita temui di dunia. Ketika lahir sebagai bayi dimuka bumi ini, wajah ibu dan wajah ayah menemani keseharian kita. Sapaan hangat,meski kita tidak melihatnya saat bayi,mampu menina-bobokan kita. Ya ! dia adalah ayah. Lelaki yang sangat kita hormati. Dan ibu, wanita yang muliayang layak mendapatkan penghormatan dari kita.
Namun begitu, ternyata setan selalu mengganggu kita untuk lari dari kenyataan ini. Nafsu amarah seringkali mengundang kita untuk berlaku kasar dan meremehkan mereka.
Ingatkah pada syair  lagu Radja: “Aku Ada Karena Engkau Ada”
Cinta adalah anugerah yang kuasa, yang bila terasa betapa indahnya…
Sungguh lemah diriku tak berarti hidupku bila tak ada dirimu…
Aku ada karena kau pun ada…
Dengan cinta kau buat diriku hidup selamanya…
Andai ku bisa akan ku balas semua yang pernah engkau berikan…
Terimakasih dariku atas ketulusanmu, menyayangi diriku…


Atau Lirik “Bunda” Melly Goeslow

Tangan halus nan suci…
Tlah mengangkat tubuh ini…
Tangisan nakal dari bibirku…
Takkan jadi deritanya..
Nada-nada yang indah…
Slalu terurai darinya…
Jiwa raga dan seluruh hidup…
Rela dia berikan…
                        Kata… mereka diriku slalu dimanja......
            Kata.... mereka diriku slalu ditimang......
            Oh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku......                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      
 

A.         Kenapa harus susah-susah Birrul  Walidain

Kalau pertanyaan itu terlontar, mungkin kita akan sedikit berekspresi. Alis mata di naikkan ke atas,mata sedikit memicing dan tangan memanggul dagu. Persis gaya seorang pemikir. Padahal, apakah memang pertanyaan itu sangat susah dijawab? Atau malah saking gampangnya, kita malah berpikir “kenapa ya masih ada pertanyaan seperti ini?” Hmm…
Saudaraku, bukankah sebenarnya pertanyaan itu sangat sederhana dan tidak  membutuhkan jawaban yang rumit? Kalau kita lahir dari rahim seorang ibu, besar dan tumbuh dari perawatan ayah dan ibu, makan minum gratis di rumah mereka, sekolah dan kuliah dengan dana mereka, menyusahkan mereka dengan tangisan di tangah malam, dan menyusahkan mereka dangan ribuan masalah dan persoalan, lalu apakah dangan semua itu semua kebaikan yang mereka berikan, kita masih bertanya “kenapa susah-susah berbakti pada orang tua?”  Tegakah pertanyan itu kita lontarkan?
Inilah beberapa alasan kenapa kita harus Birrul Walidain. Renungi dan pelajarilah baik-baik. Semoga kita bisa meraih pelajaran darinya.
1.        Alasan pertama, Karena Allah Memerintahkan
Di dalam Al-Qur’an, akan kita dapatkan beberapa ayat yang menjadi dalil penguat. Diantaranya:
a)       QS.  Luqman   : 14
b)        QS. Al-Ahqah : 15-16
c)        QS. An-Nisa’  : 36
d)       QS.  Al-Isra’    : 23-24
e)        Hadits Al-Adabusy Syar’iyyah, 1/434

2.        Kedua, Karena Nabi pun Memerintahkan
3.        Ketiga, Karena Para Ulama juga sepakat akan Hal itu
4.        Keempat, Karena Mereka Orang Tua kita


B.   Pentingnya Birrul Walidain
  1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad. 
  2.    Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga. 
  3.    Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, berada di balik keridhaan orang tua. 
  4.   Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.


C.   Apa beda Birrul Walidain dengan ‘Uququl Walidain?

Menurut bahasa, Al-Ihsan berasal dari kata Ahsana-Yuhsinu-Ihsana. Sedangkan yang damaksud Ihsan disini berarti adalah berbakti pada kedua orang tua. Yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bika memungkinkan mencegah gangguan terhadap keduanya.
Sedang ‘Uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu memotong kambing). ‘Uququl Walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu mengatakan “ah” atau ”cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci, dll. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturrahmi, atau tidak memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin

 D.   Apa saja yang tidak boleh kita lakukan terhadap ortu?

Ø  Tidak boleh durhaka kepada mereka,
Telah di jelaskan di dalam Q.S Al-An’am  (6) : 151 dan HR. Al-Bukhari
Berikut beberapa contoh bentuk durhaka yang dapat saya contohkan:
a.        Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan maupun perbuatan yang membuat orang tua sedih dan sakit hati.
b.         Bakhil, tidak mau mengurusi orang tuanya bahkan lebih mementingkan yang lainnya, padahal orang tua sangat membutuhkannya. Seandainya member nafkah pun dengan penuh perhitungan.
c.        Bermuka Masam dan Cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dll.
d.        Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi  jika “Si Ibu” melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa dan karena itu anak harus berterima kasih.
e.         Menyebut kejelekkan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
f.         Malu mengakui orang tuanya.
Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Sikap semacam  ini adalah sikap yang tidak terpuji, bahkan termasuk  kedurhakaan yang keji dan nista.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dan membedakan dalam berkata dan berbuat kepada orang tua dengan kepada orang lain.

Akibat dari durhaka kepada orang tua akan dirasakan di dunia.
“Dari Abi Barkah ra. Mengatakan bahwa Nabi SAW berkata, “Tidak ada dosa yang  Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan sillaturrahmi.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits lain dikatakan, “Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al-‘uquq (durhaka kepada orang tua).”
(HR. Hakim 4/177 dari Anas bin Malik ra.)
Sedangkan dalam lafadz yang lain diriwayatkan Imam Baihaqi, Hakim, Ahmad dan juga yang lainnya, dikatakan, “ Dari Abdullah bin Umar ra. Berkata, ‘Telah berkata Rasulullah SAW, ‘Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surge dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, yakni anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki dan kepala rumah tangga yang membiarkan adanya kejelekkan (Zina) dalam rumah tangganya.”
(HR. Hakim, Baihaqi, Ahmad 2/134)
Jadi , salah satu yang menyebabkan seseorang tidak masuk surga adalah durhaka kepada kedua orang tuanya.
Dapat kita lihat,  bahwa orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya hidupnya tidak barakah dan selalu mengalami kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya, maka kekayaannya tidak akan menjadikannya bahagia.
Seandainya ada seorang anak durhaka kepada kedua orang tuanya  kemudian kedua orang tuanya tersebut mendo’akan kejelekkan, maka do’a kedua orang tersebut bisa di kabulkan Allah. Sebab dalam hadits yang shahih, Nabi SAW bersabda:
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah-yang tidak diragukan tentang do’a ini- yang pertama yaitu do’a kedua orang tua terhadap anaknya, yang kedua do’a musafir-yang sedang dalam perjalanan-, yang ketiga do’a orang yang  di dzalimi.” (HR. Al-Bukhari)

Ø  Tidak boleh berlaku kasar
Hal ini di jelaskan dalam QS. Al-Isra’: 23
Sekuat apapun, hindarilah berlaku kasar pada kedua orang tua. Misalnya, Cemberut, membanting pintu, piring, gelas, ataupun perbuatan-perbuatan kasar lainnnya. Bukan pintu yang menjadi barang kesayangan kita, tetapi hati kedua orang tua kita yang harus kita jaga. Jangan sampai ia terluka hanya gara-gara kita membanting pintuterlalu keras.

Ø  Tidak boleh berkata Ah, Cis, atau Hush
Hal ini telah di jelaskan dalam QS. Al-Ahqaf: 17
Ini adalah peringatan keras bagi kita. Kita sesungguhnya sangat berpotensi untuk berbuat kesalahan, tak terkecuali dalam persoalan menjaga lisan. Tidak sengaja atau mungkin karena emosi sesaat, kita mungkin pernah mengatakan kata-kata Ah, Uh Uh, Cis, Hus, dan beberapa umpatan lain. Persoalannya mungkin karena sesuatu yang sederhana.
Karena perkataan buruk biasanya muncul gara-gara marah yang tak tertahan, maka solusinya adalah kita perlu belajar  bagaimana mengendalikan amarah.

Berikut tips mengelola marah:
·         Bacalah Ta’awudz
Marah berasal dari provokasi setan, maka solusinya adalah mengusir setan dengan bacaan ta’awudz: “A’udzubillahi minasysyaithanirrajim”
·         Cobalah duduk atau berbaring sejenak
Hal ini seperti di sabdakan Nabi SAW, “Jika seseorang di antara kalian sedang marah sementara ia dalam keadaan berdiri, maka hendaknya dia segera duduk, dan jika itu belum membuat reda marahnya, hendaknya dia berbaring.”
      Tips ini perlu di coba, sebab ketika kita marah, dan kemudian duduk, maka otomatis lebih sulit bagi kita untuk melampiaskan kemarahan kita. Apalagi kalau kita berbaring, lebih sedikit yang bisa kita lakukan ketika berbuat marah.

·         Berwudhu
Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, dan api hanya dapat dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang di antara kalian sedang marah hendaknya berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
·         Mengingat fadhilah menahan amarah
Hal ini samngat membantu, karena barang siapa mengingat pahala, maka hati tergerak untuk melakukannya. Apalagi pahala yang disediakan bagi orang yang mampu menahan amarah sangat istimewa, seperti yang dijanjikan Nabi SAW, “Barangsiapa menahan amarahnya, padahal ia sanggup melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari Kiamat di hadapan seluruh makhluk hingga dia disuruh memilih bidadari mana yang ia kehendaki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
               Subhanallah, Bidadari… Hmm.. .Siapa yang tidak ingin memiliki Bidadari? Bukankah Bidadari adalah makhluk tercantik yang di janjikan oleh Allah bagi penghuni Jannah.

·         Hendaknya memperhatikan bahaya melampiaskan amarah
Membiarkan amarah menguasai diri sama halnya sama dengan membuka satu pintu yang akan membuka pintu-pintu yang lainnya. Seperti efek Domino, satu terjatuh, maka akan berjatuhan pula kartu-kartu yang lainnya. Jatuhnya pintu pertama menjadi penentu jatuhnya kartu-kartu lainnya. Maka menbuka pintu amarah sama halnya dengan menjatuhkan kartu pertama. Terbuka pintu amarah akan membawa akibat besar yang hanya akan mendatangkan penyesalan.
Cobalah lihat , betapa buruk wajah orang yang marah. Cemberut, merengut, dan amburadul. Hatinya pun terbakara dan anggota badan sangat mungkin terjerumus kedalam dosa-dosa besar.

·         Cobalah dengarlah nama Allah, atau ayat-ayat Allah
Seperti halnya yang dilakukan Umar bin Khathab ketika amarah menguasai dirinya.
Suatu ketika itu Umar memanggil seorang sahabat dengan marah sambil membawa cambuk. Maka sahabat itu berkata pada Umar, “Aku ingatkan Anda akan Allah” maka Umar langsung membuang cambuknya seraya berkata,”Sungguh kamu telah mengingatkanku akan suatu urusan yang besar.”
Astaghfirullah, semoga Allah mengampuni kesalahan kita.

Ø  Tidak boleh menyakiti  hati mereka
Rasulullah SAW bersabda:
“Paling besar-besarnya dosa besar ialah Syirik kepada Allah dan membunuh manusia, dan Menyakiti hati ibu bapak dan sumpah palsu.” (HR. Anas)
Bercermin dari hadits tersebut, ternyata menyakiti hati kedua orang tua merupakan salah satu dosa besar, bahkan menduduki peringkat ketiga.

v  “Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair berkata,
      “Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama Sembilan bulan seolah-olah Sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hamper saja menghilangkan nyawanya. Dan dia telah menyusuimu dari teteknya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Dan dia cuci kotoranmu dengan tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan. Apabila kamu sakit atau mengeluh, tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya. Dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu dan seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suara yang paling keras.
       Betapa banyak kebaikan ibu, sedangklan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik. Dia selalu mendo’akanmu dengan taufiq, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Tatkala ibumu membutuhkanmu disaat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagaibarang yang tidak berharga disisimu.
      Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas dalam keadaan dia haus. Dan engkau mendahulukan berbuat baik kepada isrti dan anakmu darip[ada ibumu. Dan engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia buat. Dan rasanya berat atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah. Dan engkau kira ibumu ada disisimu panjang umurnya padahal umurnya pendek. Engkau tringgalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.”

E.    Lakukan apa yang mesti anda lakukan
  •                              Ajaklah mereka merengkuh indahnya islam
               Salah satu tugas kita adalah membimbing mereka. Tidak masalah anak membimbing orang tua. Kita ajak mereka mengenal islam. Biarkan islam yang membelai nurani mereka sehingga mereka kenal Allah dan  Rasulullah.itu adalah kewajiban kita dan merupakan hak mereka untuk bisa mengenal islam.
               Lakukan metode pendekatan yang baik. Gunakan bahasa yang lemah lembut agar mereka tertarik dengan apa yang kita bawa. Kalaulah terjadi pertentangan dan mereka menolak, berdo’alah pada Allah agar kita selalu diberi kesabaran dan hujjah yang jelas. Orang tua adalah orang terdekat kita, maka jangan sekali-kali memposisikan mereka sebagai musuh.
               Bahkan kalau perlu, lakukan berbagai metode pendekatan untuk mendakwahi mereka. Bila satu metode gagal, maka lakukan metode lainnya. Jangan putus asa, teruslah berusaha. Karena mereka adalah orang tua kita. Bila kita bahagia, mereka pun harus bahagia. Bila kita dimuliakan karena islam, maka mereka pun harus mulia karena islamsebagai agamanya.
               Jadikan diri kita menjadi jalan hidayah bagi kedua orang tua kita. Kalau mereka saat ini non-muslim, maka berlakulah adil pada keduanya. Bermuamalah yang baik dan menuruti perintahnya manakala bukan persoalan haram dan maksiat.
Hal ini telah di jelaskan dalam QS.  Luqman [31] :15 dan QS. Mumtahanah [60]: 8-9
Sayangi ibu dan bapak. Tunjukkan bahwa islam mengajarkan kasih sayang. Jadikan akhlak mulia kita sebagai magnet yang akan menarik mereka menuju indahnya islam.
    
  •                             Ajarkanlah pemahaman yang benar (Ahlussunah)
               Tentu saja tidak berhenti pada persoalan berislam saja. Kita harus menunjukkan mereka pemahaman islam yang shahih, yaitu pemahaman ahlussunah. Yaitu mengikuti pemahaman Rasulullah , sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Banyak cara yang bisa kita lakukan. Misalnya kita mengajak mereka untuk  mendalami islam melalui kajian keislaman yang bersifat progresif, kontinyu, dan memotivasi amal. Sehingga ilmu islam dan beramal dengannya. Atau kalau tidak seperti itu, kita bisa membelikan buku-buku bacaan islam yang membantu orang tua kita dalam beribadah dan beramal. Kalaupun itu belum berhasil, kita bisa membelikan mereka majalah dan mengajak mereka diskusi dengan tema majalah itu.
Bila menemukan masalah yang cukup pelik/ sulit, kita harus mencari celah yang bisa membuka pintu komunikasi kita dengan mereka.

  •                Taatilah mereka selama tidak Bermaksiat
               Bapak ibu kita mungkin pernah berbuat salah. Namun bukan berarti kesalahan itu menggugurkan kewajiban kita untuk taat kepada mereka. Sebab merekalah yang harus kita taati di dunia ini. Mereka sangat berhak mendapat ketaatan kita. Ibaratnya, apapun yang mereka inginkan  dan perintahkan, selama itu bukan merupakan kemaksiatan, maka kita harus menaati dan melakukannya.
  •                   Dahulukan kepentingan mereka daripada kepentingan sendiri, bahkan daripada ibadah yang sunah
               Ketika keperluan kita berseberangan dengan mereka, maka orang tua adalah sosok yang harus diprioritaskan. Inilah mungkin yang tidak di ketahui sebagian besar anak muda. Mereka mengesampingkan kepentingan orang tua mereka dan lebih memilih sibuk beraktifitas dan asyik dengan dunianya. Hari-harinya ia habiskan untuk beraktifitas di luar rumah. Ia menghabiskan setiap jam, menit dan hari untuk orang lain. Sedangkan ibunya hanya mendapatkan sedikit saja dari sisa-sisa waktu yang ia miliki.

  •                 Pilihlah dan keluarkanlah kata-kata terbaik yang bisa kita keluarkan
      Pilihlah kata yang benar yang ingin kita sampaikan kepada orang rua. Carilah bahasa yang bisa membuat mereka ridha dan suka pada kita. Berikan yang terbaik yang bisa kita berikan. Cobalah untuk lemah lembut dalam bertutur kata, dan tidak memanggil mereka langsung dengan namanya, tidak bersuara tinggi dan ketus. Apapun suasana hati kita, jangan membentak mereka dan jangan berkata kasar. Kalau kita sedang dikuasai emosi, lebih baik kita mencoba menghindari mereka, daripada harus mengeluarkan kata-kata kasar yang melukai hati.
      Orang tua memang beraneka karakter, dan setiap karakter membutuhkan sebuah kesabaran tersendiri. Kadang sikap orang tua yang otoriter dan menang sendiri “memaksa” kita untuk melawan sikap mereka. Dan kita merasa tergoda untuk membentak dan berkara kasar. Bila hal itu menerpa kita, sebaiknya kita segera mungucapkan istighfar dan meninggalkan perseteruan itu. Mengambil air wudhu adalah keputusan yang bijak, sehingga tersiram semua amarah yang ada di wajah kita.

  •                   Do’akan mereka, karena itu kewajiban kita
      Kewajiban lain yang tidak boleh kita tinggalkan adalah senantiasa mendo’akan untuk kebaikan mereka. Seperti memohonkan hidayah untuk mereka, agar hidup mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Sebab, do’a anak yang shalih akan selalu mereka nantikan. Do’akan  mereka dalam setiap shalat dan setiap kesempatan. Karena mereka adalah orang tua kita. Do’akan mereka dengan segenap air mata yang bisa kita teteskan. Semoga hidayah menyapa ibu kita dan menyirami hati bapak kita.
      Saudaraku, berdo’alah kepada Allah, karena do’a adalah senjata orang mikmin. Do’akan orang tua kita dan bayangkan wajah ibu dan ayah kita hadir dalam setiap do’a kita.


 F.    Saat mereka sudah tiada, apa yang bisa kita lakukan? 
  •            Mohonkan ampun untuk mereka
      Memohonkan ampun ini terutama jika semasa hidupnya mereka sebagai orang islam. Karena mereka membutuhkan do’a anak-anak shalih. Oleh karena itu, sebaiknya kita mulai membiasakan diri dengan berdo’a untuk orang tua kita. Kita bisa menghapalnya dan melafadzkannya sesering yang kita bisa. Memohonkan ampunan bagi orang tua juga merupakan akhlak para nabi.
Tidak untuk orang tua yang musyrik
Permohonan ampunan tidak di perkenankan bagi orang tua yang musyrik. Sebab hal itu dilarang dalam islam. 
  •      Menunaikan janji mereka
      Saat orang tua kita masih hidup, boleh jadi mereka pernah mengucapkan janji yang belum mereka penuhi.  Sebagai wujud berbakti pada orang tua, kita harus menunaikan janji mereka.
      Hal ini juga berlaku pada nadzar, bila kedua orang tua kita pernah bernadzar semasa hidupnya. Apa dalilnya?
Bukhari meriwayatkan hadits  “Dari Abdullah bin Abbas ra. Bahwa Sa’ad bin Ubadah Al-Anshari pernah meminta fatwa kepada Nabi tentang nadzar yang menjadi tanggungan ibunya, lantas ibunya meninggal dunia sebelum  ia melaksanakan nadzar itu. Maka beliau memfatwakan agar ia menunaikan nadzar n ibunya.dan hal itu di kemudian hari menjadi sunnah.”

  • ·         Muliakan kawan-kawan mereka
      Hubungan kekerabatan atau persahabatan ada baiknya disambung kembali dan tetap di pertahankan. Maka sejak awal palinng tidak kita mengetahui siapa saja teman dan kawan ayah dan ibu kita. Kita mengenalnya dengan baik dan memuliakannya dengan penghormatan yang layak.  Kita anak muda, tentunya lebih dahulu memulai menyambung ikatan itu.                                Bersilaturrahmi dan mengadakan kunjungan sesekali ke rumah-rumah mereka. Kalaulah tidak bisa seperti itu, paling tidak kita telepon untuk sekadar mengetahui kabar mereka.

  • ·         Menyambung persaudaraan kepada kerabat
      Kerabat merupakan orang-orang yang pernah dekat dengan ayah dan ibu kita. Mereka pernah hidup bersama sewaktu kecil, mengalami masa indah dan masa susah. Mereka lahir dari rahim yang sama, tumbuh dari kecil hingga dewasa dalam suasana yang hampir sama.    Sehingga kedekatan di antara mereka sudah terjalin sejak lama. Akan terasa sangat sayang, bila kedekatan seperti itu harus berakhir karena kematian. Maka tugas anak-anaknya untuk melanjutkan hubungan baik  yang pernah ada. Menghidupkan kembali apa yang sudah di bangun oleh orang tua kita.

AMBILLAH PELAJARAN, NISCAYA KAU BERUNTUNG !!!








                                                                                                                                                                                         By: Wueland S.